19 Januari 2011

- - 4 comments

Apakah Bertani di Luar Negeri itu adalah Solusi Krisis Pangan Dunia?

Kala negara berhasil memakmurkan rakyatnya kesejahteraan jelas meningkat. Dengan didukung stabilitas politik dan keamanan, salah satu dampak yang nyata adalah peningkatan jumlah penduduk. Ini adalah berkah, tapi juga sekaligus menimbulkan masalah. Bila penduduk kian bertambah, usaha memenuhi kebutuhan pun harus ditingkatkan, yang salah satunya adalah kebutuhan pangan.


Cina belum lama ini dipusingkan dengan masalah pangan. Dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, yaitu lebih dari 1 miliar manusia (dan terus bertambah), tentu membuat kebutuhan pangan Negeri Tirai Bambu meningkat tajam. Bagaimana dengan negara-negara Arab? Sebagian wilayah mereka adalah gurun-gurun pasir tandus yang tak bisa dipakai untuk lahan pangan. Pertumbunan penduduk yang tidak lagi seimbang dengan jumlah lahan pertanian pastinya juga menimbulkan masalah pangan. Jadi, berita soal krisis pangan baru-baru ini sepertinya bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba.

Menurut data Wikipedia, gabungan dua negara berpenduduk terbanyak, China dan India, menghasilkan sekitar 36,8 % dari populasi dunia. Berikutnya adalah Amerika Serikat dengan 311,9 juta manusia (4,52%). Indonesia masuk peringkat keempat dengan menyumbang 3,4 % penduduk dunia. Sementara itu, di posisi kelima dihuni Brasil dengan 2,82%. 5 Negara inilah yang secara secara naluri *halah* paling berisiko mengalami krisis pangan.

Lantas apa solusinya? Untuk negara-negara yang masih punya lahan subur tak berpenghuni cukup luas tentu bisa saja membuka lahan baru. Bagaimana bila lahan cocok tanam di suatu negara tidak bisa diperluas? Solusinya ternyata masih mirip, yaitu membuka lahan pertanian baru untuk memenuhi kebutuhan. Namun, lahan yang dimaksud ternyata tidak cuma di dalam negeri. Ya, setidaknya Cina, India, dan beberapa negara Arab kini tengah giat membeli atau "hanya" menyewa lahan-lahan pertanian di negara lain untuk memenuhi stok pangan mereka.

Cina ada di peringkat pertama. Menurut The Economist, Cina setidaknya telah menandatangani 30 kesepakatan kerjasama pertanian  mencakup lebih dari 2 juta hektar sejak 2007. India adalah investor pertanian transnasional kedua terbesar. Salah satu pengusaha pangannya, Ramakrishna Karuturi, Direktur Karuturi Global Ltd, kabarnya telah memeroleh hampir 765.000 hektar lahan di Ethiopia. Selain memroduksi pangan, perusahaannya juga memroduksi bunga. Sementara itu, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tahun 2009 lalu mengincar tanah seluas 500.000 hektar di 4 provinsi di Pakistan. Entah bagaimana nasib lahan-lahan itu pasca banjir besar tahun lalu. Ada juga di Sudan. Kabarnya, Korea Selatan telah menandatangani kesepakatan untuk mengelola 690.000 hektar lahan, Uni Emirat Arab mendapat 400.000 hektar, dan Mesir juga telah mengamankan kesepakatan untuk gandum. Sementara itu, Libya telah menyewa 100.000 hektar untuk padi di Mali.

Menurut situs Afrika ini, Lebih dari 100 miliar dolar telah diinvestasikan untuk membeli lahan pertanian sejak 2008, terutama di Afrika oleh perusahaan dan industri milik negara asing. Data ini dari GRAIN, sebuah LSM internasional yang bekerja untuk mendukung para petani kecil di sana.

Lebih mencengangkan lagi, katanya sekitar 70 persen dari sekitar semiliar orang kelaparan di dunia adalah petani, penggembala, dan produsen makanan lainnya yang semestinya bisa makan jika mereka memiliki akses mengelola tanah sendiri, pasar, dan bantuan kredit. Demikian menurut Devlin Kuyek, jubir GRAIN.

Weleh-weleh, lalu dari lahan yang mana penduduk setempat bisa memeroleh makanan? Kalau banyak lahan lain tidak masalah tentunya. Tapi, Afrika secara umum (paling tidak dari kacamata awam) sering dilanda kelaparan, bukan?

4 komentar:

  1. Sumbernya ga ditulis gan? Terjemah sendiri atau .....

    BalasHapus
  2. ini disarikan dari sumber2 yg ada di tautan itu gan

    BalasHapus
  3. memang harus ada pengurangan penduduk dalam jumlah besar agar terjadi keseimbangan antara luas daratan dan jumlah penduduknya.

    biarkan alam yang melakukannya dengan fair melalui proses bencana-alam. 2011 ekskalasi bencana alam akan meningkat.

    BalasHapus
  4. natural genocide? iya alam selalu bisa menyeimbangkan dirinya sendiri

    BalasHapus

Tinggalkan pesan baik Anda puas maupun tidak. Saya juga tidak keberatan pengunjung meninggalkan komentar dengan tautan balik (backlink) sepanjang komentarnya cukup relevan, tidak terlalu promosi atau jualan. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Beranda - Tentang Berita Pilihan - Kebijakan Privasi - Kontak