10 November 2010

- - 4 comments

Apa Jadinya Bila Seandainya Cadangan Minyak Bumi Habis?

Jangan lagi bicara seandainya deh. Pertanyaan yang lebih sahih mestinya: Apa jadinya (Indonesia) ketika cadangan minyak bumi sudah habis? Tanpa pikir panjang kita bisa saja bilang, "Ya sudah ganti ke listrik aja!" Lho nanti dulu. Memangnya pembangkit listrik kita itu makanannya apa? Bensin juga ternyata walau sebagian mengonsumsi batu bara. Mau impor juga sulit karena semua negara akan mengalami krisis yang sama. Jadi, pikir ulang bila Anda menganggap ini bukan perkara serius.


Menurut situs berita ini cadangan minyak Indonesia diproyeksikan mencapai 9 miliar barel. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan cadangan tersebut akan habis dalam 18 tahun ke depan. Nah loh. Mau naik apa dong nanti ke sekolah, pasar, atau kantor? Sepeda? Boleh jadi, tapi bahan bakar alat-alat berat di pabrik sepeda mungkin bensin juga. Selama stok masih ada sih bisa saja orang ramai-ramai beralih gowes. Bagaimana sumber energi lainnya?

Menurut sumber yang sama, kata ahli lingkungan hidup, Prof Emil Salim, cadangan batubara di Tanah Air belum akan habis sampai 147 tahun mendatang. Kalau begitu ganti batu bara aja, gampang. Heh? Tidak semudah itu deh kayaknya. Perhitungan itu berdasarkan asumsi dengan kapasitas penggunaan batu bara saat data dikumpulkan. Besoknya bisa berubah lagi dan biasanya meningkat, sehingga perkiraan tahunnya bisa menyusut. Memang ada juga riset bahan bakar baru. Akan tetapi, meski berbagai riset energi alternatif dan terbarukan kini mulai digalakkan, apakah bila tiba waktunya bisa cukup untuk menyuplai kebutuhan semua orang?

Mari kita lihat gambaran yang lebih besar, yaitu cadangan minyak dunia. Dengan laju penelitian dan pengembangan yang ada saat ini, minyak dunia diprediksi bakal habis 90 tahun lebih dulu sebelum teknologi pengganti betul-betul siap. Ini menurut sebuah studi di Universitas California yang didasarkan pada ekspektasi di pasar saham.

Prediksi tersebut diterbitkan online pada 8 November lalu dalam sebuah jurnal bertajuk "Environmental Science & Technology". Perkiraan ini didasarkan pada teori bahwa investor jangka panjang (pemilik modal) adalah prediktor yang baik. Mereka dianggap tahu soal kapan dan/atau apakah teknologi energi yang baru bakal menjadi hal yang umum.

"Hasil menunjukkan bahwa butuh waktu lama sebelum bahan bakar terbarukan bisa betul-betul bisa menjadi pengganti, setidaknya dari perspektif pasar," papar Debbie Niemeier, seorang dosen UC bidang teknik sipil dan lingkungan.

Niemeier beserta rekannya, Nataliya Malyshkina, seorang peneliti pasca-doktor, berniat menciptakan alat baru yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menetapkan target realistis bagi kelestarian lingkungan serta mengevaluasi kemajuannya.

Dua elemen kunci dari teori baru ini adalah kapitalisasi pasar (berdasarkan harga saham-saham) dan deviden perusahaan minyak milik publik dan perusahaan energi alternatif. Metode analisis yang sama sebelumnya telah digunakan untuk memprediksi kejadian-kejadian di bidang keuangan, politik, dan olah raga.

Untuk lebih jelasnya bisa dilihat teori lain tentang krisis energi dunia di 8 seri video berikut ini:

















4 komentar:

  1. Waduh...gawat kalau begitu sobat....
    jadi deh nanti keturunan saya ngegoes ke sekolah.....he..he..he...

    jadi kaya jamannya Umar Bakri "Laju sepeda kumbang dijalan berlubang...."

    terimakasih banyak atas infonya....
    sangat bermanfaat sekali...

    BalasHapus
  2. iia jangan atuh kang... :( ngeri :(

    BalasHapus
  3. makasih gan untuk infonya semoga tamba sukses aja

    BalasHapus

Tinggalkan pesan baik Anda puas maupun tidak. Saya juga tidak keberatan pengunjung meninggalkan komentar dengan tautan balik (backlink) sepanjang komentarnya cukup relevan, tidak terlalu promosi atau jualan. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Beranda - Tentang Berita Pilihan - Kebijakan Privasi - Kontak