Mengingat Indonesia tergolong negara yang rawan bencana alam, masyarakat sebaiknya membiasakan diri untuk selalu waspada dan bersiap bila sewaktu-waktu terjadi bencana. Tidak cuma gempa, kondisi alam kita juga rawan terhadap ancaman gunung meletus, banjir, longsor, kekeringan, wabah, dsb. Kejadian akibat siklus alam tersebut bahkan bisa menakutkan bagi orang dewasa, apalagi anak-anak.
Namun, bagi anak, membicarakan perihal bencana alam secara bijak dapat mengurangi kekhawatiran mereka. Orang tua hanya perlu memastikan bahwa penjelasan mereka dapat dipahami anak dan tidak malah membuat bingung dan membayangkan yang tidak-tidak. Menjelaskan soal
fenomena alam yang punya dampak merusak memang tidak mudah, banyak yang perlu dipertimbangkan sebelum kita bicara soal bencana dengan anak-anak
Sejumlah faktor memengaruhi respons anak terhadap bencana alam. Secara naluriah, cara pandang anak dalam memahami sesuatu umumnya berkaca kepada orang tuanya. Oleh karena itu, pemahaman orang tua sendiri terhadap bencana alam menjadi sangat penting.
Reaksi anak umumnya bergantung pada seberapa besar kerusakan dan atau kematian yang mereka lihat selama maupun setelah bencana alam. Juga, apakah bencana tersebut menimpa diri mereka sendiri atau hanya menonton di layar kaca.
Bila seorang teman atau anggota keluarga meninggal atau cedera, kemungkinan anak akan lebih terpengaruh dengan kejadian tersebut, akhirnya anak dapat mengalami gangguan emosional atau setidaknya bersedih.
Usia anak ikut memengaruhi respons mereka terhadap bencana.
Anak usia 5-7 tahun misalnya, mungkin menunjukkan reaksi dengan menolak masuk sekolah. Untuk usia remaja, dampaknya mungkin terlihat pada penurunan performa di sekolah.
Bagaimana cara membantu anak mengatasi kecemasan terhadap bencana alam? Berikut ini ada sejumlah tip yang bisa dijadikan rujukan para orang tua untuk dalam menenangkan dan menenteramkan anak bila mereka bertanya soal bencana, saat tertimpa bencana, maupun pascabencana.
1. Sediakan Waktu
Peluk mereka dan katakan hal-hal yang bisa menenangkan anak supaya mereka merasa lebih aman dan terlindungi dalam situasi emosional saat itu.
2. Gunakan Bahasa Sederhana
Jujurlah bicara tentang situasi yang ada, walau tidak harus blak-blakan dengan pemahaman Anda sebagai orang dewasa. Jelaskan
kondisi yang sedang menimpa keluarga Anda. Jelaskan bahwa masih ada hari esok untuk memulai hal baru, kegembiraan baru.
3. Jangan Dibesar-besarkan
Kejadian buruk bisa menimpa siapa saja. Sebaiknya orang tua tidak mendramatisir keadaan. Hidup manusia pasti diselingi kesenangan dan kesedihan. Tidak ada kesusahan abadi, tidak pula kesenangan abadi. Kedua hal itu bisa datang silih berganti.Jelaskan pula kalau bencana alam bukan sejenis kutukan untuk sesuatu yang tidak mereka lakukan.
5. Pertahankan Rutinitas
Rutinitas dapat menenangkan anak. Rutinitas di sini maksudnya makan malam bersama, mendongeng, bernyanyi, berdoa, dll. Dengan adanya rutinitas yang terjaga, anak dapat lebih tenang karena mereka menganggap masih ada hal yang tidak berubah.
7. Berikan Kegiatan Produktif
Misalnya membantu menyiapkan meja makan, membereskan tempat tidur, merapikan mainan, dll. Bila merasa kurang baik dalam menangani kecemasan anak, mintalah pertolongan orang yang ahli.
0 Komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan pesan baik Anda puas maupun tidak. Saya juga tidak keberatan pengunjung meninggalkan komentar dengan tautan balik (backlink) sepanjang komentarnya cukup relevan, tidak terlalu promosi atau jualan. Terima kasih atas kunjungan Anda.